Seteru Bijih Nikel Indonesia Vs Uni Eropa – Pada tahun 2000-an, batubara merupakan komoditas tambang dan menjadi “primadona” Indonesia. Meski pesona batu bara negeri ini tak kunjung surut, namun status “primadona” -nya telah tergantikan oleh komoditas tambang lain seperti nikel.
Seteru Bijih Nikel Indonesia Vs Uni Eropa
maxwellsnj – Nikel merupakan logam dasar dan diharapkan menjadi komoditas di masa depan. Nikel merupakan salah satu mineral yang digunakan untuk berbagai keperluan. Jenis nikel yang beredar di pasaran ada dua jenis, yaitu nikel tipe I dan tipe II. Nikel tipe II banyak digunakan dalam pembuatan baja tahan karat, sedangkan Tipe I digunakan pada produk lain, seperti komponen baterai untuk kendaraan listrik.
Berdasarkan peta Badan Geologi Juli 2020, Indonesia memiliki sumber daya bijih nikel sebesar 11,887 miliar ton dan cadangan bijih sebesar 4,346 miliar ton. Sedangkan total sumber daya logam mencapai 174 juta ton dan cadangan logam sebanyak 68 juta ton.
Meski memiliki banyak kegunaan, terutama untuk industri masa depan (kendaraan listrik), selama ini Indonesia masih mengekspor nikel dalam bentuk mentah (bijih) hareganya murah.
Rencana awal pemerintah adalah menghentikan ekspor bijih nikel pada 2022 dikutip dari cnbcindonesia.com. Namun, pada akhir Agustus 2019, pemerintah resmi memberlakukan moratorium ekspor bijih nikel yang berlaku mulai 1 Januari 2020, dua tahun lebih cepat dari target.
Saat pemerintah awalnya mengumumkan penghentian ekspor pada Juli 2019, harga nikel di London Metal Exchange (LME) mulai berubah. Kemudian, ketika rumor penghentian ekspor disingkirkan dan merebak pada pertengahan Agustus 2020, harga nikel semakin menggila.
Hanya dalam dua bulan, harga nikel LME naik dari US $ 12.000 / ton menjadi US $ 18.000 / ton atau naik 50%. Namun karena pandemi Covid-19, harga nikel langsung turun di bawah US $ 12.000 / ton pada April 2020.
Kebijakan shutdown untuk menghentikan ekspor bijih nikel ini bukan tanpa pro-kontra. Uni Eropa (UE) yang mengandalkan pasokan nikel Indonesia langsung membawa masalah ini ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Sebagai referensi, Indonesia mengekspor 98% nikelnya ke China dan sisanya ke Uni Eropa. Zona kerja sama ekonomi di benua samudra biru itu kurang puas dengan kebijakan pemerintah Indonesia.
Baru-baru ini, Komisi Eropa meminta WTO membentuk kelompok untuk menangani sengketa perdagangan antara kedua pihak. Berbeda dengan UE yang masuk jalur hukum melalui WTO, China justru memilih jalur lain dengan berinvestasi di Indonesia.
Dengan diberlakukannya kebijakan penangguhan ekspor bijih nikel, diharapkan Indonesia mampu menjadi salah satu pemain global dalam industri stainless steel, sedangkan kendaraan listrik tidak boleh ketinggalan.
Seiring tren penjualan kendaraan listrik yang diperkirakan terus tumbuh, analis dan ekonom juga memberikan prospek bullish untuk harga nikel. Salah satu yang memberikan prakiraan kenaikan adalah Goldman Sachs.
Bank investasi dari Wall Street memperkirakan target harga nikel akan mencapai US $ 21.000 / ton dalam waktu 12 bulan. Goldman Sachs telah menaikkan harga nikel dari sebelumnya $ 16.000 / ton.
Goldman Sachs dalam update terbarunya melihat tren penjualan kendaraan listrik akan terus meningkat. Jika tidak dibarengi dengan peningkatan penggunaan baterai nikel, diperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan nikel mulai tahun 2023.
Namun, jika penggunaan aki kendaraan listrik berbahan nikel meningkat pesat, maka akan semakin mendongkrak harga nikel. Sebelumnya, Grup DBS juga optimistis dengan harga nikel.
Proyeksi DBS memprediksikan bahwa pada tahun 2025, permintaan nikel Tipe I akan tumbuh dengan laju tahunan sebesar 5,9%. Pada periode yang sama, pasokan nikel Tipe I hanya tumbuh 3,3%.
Pada saat yang sama, untuk nikel Tipe II, keseimbangan pasar tahun ini akan tetap ada hingga 2025, seiring dengan pertumbuhan yang kuat dari kapasitas produksi nikel pig iron (NPI) Indonesia mengimbangi penurunan produksi China dan peningkatan permintaan nikel untuk baja tahan karat.
Selain itu, DBS Group (DBS) memprediksikan bahwa pada tahun 2030, penjualan kendaraan listrik akan tumbuh pada tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 24% menjadi 22,3 juta unit. Kenaikan penjualan kendaraan listrik tentunya akan meningkatkan permintaan nikel grade I terkait dengan tingginya minat kendaraan listrik. Gunakan baterai nikel.
Permintaan nikel untuk baterai kendaraan listrik akan meningkat sebesar 32% (CAGR) dari tahun 2019 hingga 2030, dan konsumsi nikel untuk baterai yang dapat diisi ulang akan meningkat sebesar 24% menjadi 1,27 juta ton per tahun pada tahun 2030.
Oleh karena itu, kami memperkirakan kontribusi baterai isi ulang terhadap konsumsi nikel akan meningkat dari 5% pada 2019 menjadi 30% pada 2030. ”tulis Bank DBS dalam laporannya.
Sekarang harga nikel sudah kembali ke level US $ 18.000 / ton. Tren kenaikan harga nikel juga menyebabkan saham-saham emiten pertambangan membumbung tinggi. Bahkan sejak awal tahun 2020, harga saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) bahkan melambung tinggi dan menjadi salah satu pengepakan dengan capital gain di atas 270%.
Larangan ekspor bijih nikel telah dipercepat, yang semula dijadwalkan berlaku pada tahun 2022, telah ditunda hingga Januari 2020. Percepatan ini akan memiliki banyak pengaruh.
Tauhid Ahmad, direktur eksekutif INDEF, menyatakan setidaknya akan ada tiga efek. Dampak pertama adalah ketidakpastian hukum investor. Karena pada awalnya RUU tersebut mulai berlaku pada tahun 2022 kemudian berkembang menjadi tahun 2020. “Seiring percepatan industri, industri siap untuk tidak mengubah rencananya. Ini konsistensi pemerintah yang bermasalah,” ujarnya dalam diskusi di Le Méridien, Rabu (2/10/2019).
Kedua, hal ini akan menurunkan rekor ekspor nikel menjadi nol. Kurangnya ekspor tersebut akan mempengaruhi defisit transaksi berjalan (CAD). Diakui Tauhid, kebijakan ini memang diterapkan dari sisi nilai tambah, tapi yang paling mendekati adalah mengantisipasi defisit transaksi berjalan.
Pertanyaannya adalah apakah itu layak sebanding dengan nilai tambah yang dihasilkan. Dia menjelaskan: “Apakah bisa dibandingkan dengan nilai tambah yang dihasilkan oleh defisit. Selama tidak bisa dibayar, sulit untuk diselesaikan.”
Efek ketiga adalah karena penerapan larangan ekspor yang tidak berhasil, ekspor ilegal dapat terjadi. Munculnya Uni Eropa dari sektor perdagangan merugikan keputusan kami. Harga akan naik karena kontribusi ekspor Indonesia melebihi 20%.
Dia menjelaskan: “Tentu saja, harga nikel tidak hanya akan berubah, tetapi juga pasar saham yang terkait dengan kami. Harga internasional yang tinggi akan memiliki peluang untuk masuk secara ilegal.”
Andri Budhiman Firmanto, Kepala Bidang Pengawasan Usaha Eksplorasi Mineral Administrasi Umum Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan perubahan regulasi hanya sebagian kecil dari peningkatan kualitas.
Dia berkata: “Indonesia mendukung 560.000 ton nikel di seluruh dunia. Oleh karena itu, posisi kita sangat penting. Tidak ada yang bisa memiliki nikel seperti kita.” Pengaturan tersebut bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah. Pihaknya tidak ingin bahan baku hanya sampai pada produk antara sebagai bahan baku hilir. Dia menjelaskan: “Kami tidak ingin kehilangan motivasi.”
Baca juga : 9 Fakta Terbaru Gempa Majene Sebabkan Korban Jiwa
Uni Eropa Menolak Produk Minyak Kelapa Sawit
Ketika Eropa ingin melarang produk minyak sawit Indonesia (CPO), Presiden Jokowi mengambil sikap tenang. Pasalnya, Indonesia sebagai produsen utama CPO dunia bisa memanfaatkannya sendiri.
Jokowi mengatakan, penggunaan CPO bisa dilakukan melalui program wajib biodiesel, yakni saat ini 30% (B30). Chokovi mengatakan, semakin banyak biodiesel yang digunakan maka semakin besar peluang konsumsi CPO Indonesia di dalam negeri.
“Kalau kita bisa memproduksi produk yang namanya B50, bargaining position kita dengan semua negara akan meningkat. EU ingin melarang (melarang) minyak sawit kita, jadi kita bisa santai.
Kita akan pakai sendiri, kenapa kita mau Bagaimana kalau pakai itu Kata Jokowi, ”kata Jokowi saat membuka rapat kerja Kepala Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia yang digelar di Istana Negara Jakarta, Kamis (9/1/2020).
Lutfi menilai, dalam kasus ini, kedua pihak juga bekerja keras untuk membela kepentingan masing-masing. Uni Eropa yakin larangan ekspor nikel akan mengganggu produktivitas industri baja tahan karatnya, yang melibatkan 30.000 pekerja langsung dan 200.000 pekerja tidak langsung.
Di sisi lain, Indonesia juga memanfaatkan sebagian besar sumber daya alamnya dari hasil pertambangan di hilirisasi. Ia mengatakan: “Kami yakin betul bahwa regulasi yang kami rumuskan tidak hanya untuk menjaga sumber daya alam yang baik, ini adalah landasan utama. Kedua, memastikan bahwa produk tersebut menjadi milik pemerintah Indonesia.”
Namun, dia juga mengaku kecewa, karena bisa saja pembicaraan bilateral dilakukan tanpa harus pergi ke organisasi perdagangan dunia (WTO). Ia menjelaskan: “Tentu saja konsultasi sudah berlangsung lama dan kami sangat kecewa. Saya kira ini berbeda. Namun, dalam waktu dekat, bisa dipastikan tidak akan ada dampaknya.”
Seperti kita ketahui bersama, sejak 1 Januari 2020, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 11 (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri ESDM yang melarang ekspor nikel. bijih. Dan bisnis pertambangan batubara
Jadwal pelarangan tersebut adalah dua tahun lebih awal dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (Tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010), yang menyangkut pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan dan pertambangan batubara, memungkinkan ekspor hingga tahun 2022.
Dia berkata: “Kami memastikan bahwa kami akan mempelajari persyaratan Uni Eropa dan akan mengikuti prosedur untuk persyaratan ini sesuai dengan aturan yang telah kami sepakati.”
Mendag (Mendag) Muhammad Lutfi (Muhammad Lutfi) menegaskan telah melakukan upaya litigasi Uni Eropa (EU / European Union) terhadap DS 592 dan melakukan upaya penanganan sengketa bahan baku. hingga sengketa) sengketa bahan baku, terutama sengketa Indonesia atas larangan ekspor nikel.
Pemerintah Indonesia akan selalu mengupayakan sumber daya alam dan kekayaan nusantara untuk memajukan pembangunan Indonesia. Ini adalah permintaan untuk tindakan formal kedua dari Uni Eropa, yang membutuhkan pembentukan kelompok sengketa DS 592-tindakan yang terkait dengan bahan mentah pada pertemuan reguler badan penyelesaian.
Sengketa terjadi pada 22 Februari 2021 (Dispute Settlement Organization-WTO). Mendag menjelaskan: “Pemerintah Indonesia siap untuk melawan dan membela gugatan UE.
Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan yakin bahwa kebijakan dan prosedur Indonesia saat ini sejalan dengan prinsip dan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).” Lutfi dalam keterangan resminya, Kamis (25/2).
Mendag juga menegaskan bahwa meskipun menyesalkan tindakan dan langkah Uni Eropa, ketika timbul masalah di antara anggota WTO, prosedur sengketa WTO adalah hal yang biasa dan wajar.
Lutfi mengatakan: “Tindakan dan langkah yang diambil oleh UE pasti secara langsung atau tidak langsung akan menghambat proses dan kemajuan pembangunan Indonesia ke depan. Namun, ketika masalah muncul di antara anggota WTO, tindakan seperti itu adalah hal yang biasa dan wajar.”.
Menanggapi permasalahan di bidang perdagangan internasional, termasuk litigasi WTO, Presiden Joko Widodo (Joko Widodo) pun memberikan cara terbaik untuk menghadapinya agar tidak mengganggu agenda pembangunan nasional.
Lutfi meyakini bahwa pemerintah Indonesia akan terus menjaga kebijakan industri pertambangan dan batubara (minerba) untuk mendukung transisi Indonesia menuju ekonomi maju, dengan tetap mengutamakan tata kelola yang baik, daya saing, ramah lingkungan, dan pembangunan berkelanjutan.
“Indonesia juga berkomitmen untuk terus mengadopsi praktik-praktik pertambangan yang baik dan memperjuangkan kepentingan Indonesia dalam sengketa nikel.
Hal ini mencerminkan implementasi ketentuan konstitusional tentang pemanfaatan sumber daya alam dan kekayaan nusantara secara baik dan berkelanjutan untuk memuaskan masyarakat Indonesia. Dia menegaskan bahwa kemajuan Indonesia masa lalu, sekarang dan masa depan akan datang.
Baca juga : 10 Negara Jadi Penghasil Nikel Terbesar Dunia
Tuduhan dan litigasi UE dinilai mengutamakan kepentingan ekonomi dan industrinya, serta tidak memperhatikan hak kedaulatan Indonesia dan rakyat Indonesia sebagai negara berkembang. Indonesia berharap dapat mengelolanya secara terukur dan berkelanjutan. Dan mengelola sumber dayanya.
Uni Eropa menggunakan dalih untuk menjaga pasokan bahan baku yang dibutuhkan untuk kebutuhan industri dan menganggap kebijakan Indonesia sebagai bentuk distorsi perdagangan internasional.
UE berupaya untuk mencegah upaya Indonesia dalam mengelola sumber daya alamnya sendiri untuk mengelola kemakmuran dan kemakmuran Indonesia kemajuan. Mewujudkan masa depan dengan cara yang lebih baik dan lebih kompetitif, serta ramah lingkungan.
Langkah UE menggunakan alasan melanggar peraturan WTO dan merusak mekanisme perdagangan internasional, menegaskan pandangan bahwa UE, sebagai kelompok ekonomi maju, ingin mempertahankan kepentingannya, bahkan jika akan berdampak.
Negara berkembang mengelola sumber daya alam, pembangunan ekonomi, pengelolaan lingkungan dan partisipasi masyarakat. Upaya ini mengingatkan kita pada era di mana eksploitasi sumber daya alam tidak membawa manfaat bagi pemilik sumber daya alam.
UE menekankan langkah dan kebijakan Indonesia di bidang pertambangan dan batubara, dan akhirnya secara resmi mengajukan permintaan konsultasi ke Indonesia sesuai dengan mekanisme penyelesaian sengketa WTO pada akhir November 2019.
Selain itu, proses konsultasi penyelesaian masalah antara Indonesia dan Uni Eropa akan dilaksanakan di Sekretariat WTO di Jenewa pada Januari 2021. Dalam proses negosiasi tersebut, Pemerintah Indonesia memaparkan permasalahan yang diangkat oleh Uni Eropa, seperti larangan ekspor, Mekanisme dan persyaratan persyaratan pemrosesan dalam negeri, kewajiban pasar dalam negeri, persetujuan ekspor dan pengecualian industri dari tarif impor.
Indonesia menolak permintaan tersebut pada pertemuan DSB WTO pada Januari 2021 karena dinilai sesuai dengan aturan WTO dan ketentuan konstitusi.
Namun, pada pertemuan reguler Dispute Settlement Body (WTO) yang diadakan pada 22 Februari 2021, UE secara resmi meminta pembentukan kelompok sengketa DS 592-Raw Material Related Measures untuk kedua kalinya.
Pada akhirnya, litigasi Uni Eropa hanya melibatkan dua masalah, yaitu larangan ekspor nikel dan persyaratan pemrosesan dalam negeri, yang pada akhirnya memudahkan proses pengadilan.
Pada saat yang sama, UE terus mengusulkan pembentukan grup tersebut dengan alasan bahwa kebijakan Indonesia merupakan tindakan yang tidak sejalan dengan regulasi WTO, tidak kondusif bagi kepentingan UE, dan menimbulkan dampak yang tidak adil dan merugikan bagi industri dalam negerinya.